Komisi II DPRD Terima Audiensi GAWAT terkait Dugaan Tindak Pidana Penjualan Aset Daerah: Praktisi Hukum Sarankan Laporkan Ke Penegak Hukum
			Liputan Rakyat Indonesia//GARUT, Organisasi Garda Wartawan Kuat (GAWAT) Datangi Komisi II DPRD Garut pada Kamis (30/10/2025). Audiensi tersebut membahas dugaan serius terkait penjualan tanah negara di wilayah Kecamatan Leuwigoong yang rencananya akan digunakan untuk pembangunan proyek Tol Gedebage–Tasikmalaya–Cilacap (GETACI).
Pertemuan berlangsung di ruang rapat Komisi II DPRD Garut dan turut dihadiri oleh perwakilan dari Badan Pertanahan Nasional/Agraria Tata Ruang (BPN/ATR), Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), serta Inspektorat Kabupaten Garut.
Audiensi dipimpin langsung oleh Wakil Ketua Komisi II DPRD Garut, Asep Mulyana, yang menegaskan bahwa persoalan ini harus ditelusuri secara mendalam karena menyangkut aset milik pemerintah daerah.
“Komisi II meminta Dinas PUPR untuk segera menyiapkan data lengkap terkait aset lahan yang digunakan untuk proyek tol. Kami akan menindaklanjuti setelah data tersebut diterima, paling lambat satu minggu ke depan,” tegas Asep.
Asep mengungkapkan bahwa dirinya bersama Anggota DPRD H. Riki telah melakukan konfirmasi langsung ke kantor BPN Garut terkait dua bidang tanah yang disebut terkena proyek tol GETACI. Dari hasil konfirmasi itu, terdapat nilai ganti rugi sebesar Rp500 juta untuk dua hamparan tanah yang berdekatan dengan aliran sungai.
Namun, status kepemilikan lahan itu menimbulkan polemik karena sebelumnya diklaim sebagai tanah pribadi, padahal dalam catatan aset terdapat indikasi sebagai tanah milik negara yang dikelola PUPR.
“Ini menjadi persoalan antara Desa Sukarame dan Desa Margacinta yang sama-sama mengklaim. Ada ganti rugi Rp500 juta, tapi kalau tanah itu milik pribadi, kenapa ada penggantian aset ke PUPR?” jelas Asep.
Asep menduga telah terjadi pergantian aset pemerintah yang diserahkan ke Dinas PUPR sebagai bentuk kompensasi dari lahan yang seharusnya milik negara.
“BPN sudah menyatakan tidak ikut dalam proses tersebut. Tapi yang kami pertanyakan: bagaimana bisa tanah milik negara dijual untuk kepentingan proyek tol?” ujarnya.
Dalam audiensi tersebut, Asep juga menyinggung adanya indikasi perilaku tidak transparan dari pejabat di lingkungan PUPR. Ia menuturkan, seorang Sekretaris Dinas (Sekdis) PUPR pernah dengan nada menantang menyatakan bisa “mengurus siapa pun” yang menanyakan kasus ini — baik wartawan maupun anggota DPRD.
“Saya pernah tanya langsung ke Pak Sekdis, apakah uang hasil penjualan tanah ini masuk ke kas negara? Jawabannya: tidak ada sepeserpun. Kalau begitu jelas ada yang janggal,” tegas Asep.
Lebih lanjut, berdasarkan keterangan petugas lapangan dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) PUPR, tanah tersebut memang merupakan aset PUPR. Petugas UPT itu bahkan menyatakan siap menjadi saksi bila kasus ini dibawa ke ranah hukum.
“Patok di lapangan jelas menunjukkan itu aset PUPR. Setelah dijual, baru muncul pengakuan bahwa itu tanah pribadi. Ini sangat mencurigakan. Kenapa PUPR membiarkan hal seperti ini?” kata Asep dengan nada geram.
Selain dua hamparan senilai Rp500 juta, Komisi II juga menemukan adanya bidang tanah lain yang harus ditelusuri. Berdasarkan data di BPN, terdapat lahan dengan luas total 221 m², masing-masing 139 m² senilai Rp73 juta dan 82 m² senilai Rp40 juta, dengan total ganti rugi Rp113 juta.
Tanah tersebut diduga merupakan aset pemerintah yang dikelola PUPR, namun hasil ganti ruginya tidak masuk ke kas negara. Jika dugaan ini benar, maka kuat indikasinya bahwa ada oknum PUPR yang menikmati hasil penjualan tersebut secara pribadi.
“Yang Rp500 juta setidaknya ada tanah pengganti. Tapi untuk yang 221 m² ini tidak ada tanah pengganti sama sekali. Ini harus ditelusuri dan diaudit secara menyeluruh,” tegas Asep.
Sebagai tindak lanjut, Komisi II DPRD Garut berkomitmen akan melakukan penelusuran lapangan (tracking) terhadap seluruh aset pemerintah yang diduga dijual, tidak hanya di Leuwigoong, tetapi juga di wilayah Kadungora, Pamekarsari, dan Banyuresmi.
“Kami akan melacak semua aset pemerintah yang dijual. Kalau benar ada penggantian aset, artinya yang dijual itu bukan tanah pribadi, melainkan tanah negara. Ini tidak bisa dibiarkan,” tutup Asep Mulyana.
Hasil Audiensi ini mendapat tanggapan langsung dari Praktisi Hukum Ardianto SH.MH. Bahwa berdasarkan fakta fakta yang diungkapkan dalam audiensi ini jelas jelas sudah terjadi adanya Dugaan tindak pidana penjualan Aset Daerah dan setiap warga berkewajiban untuk melaporkan kejadian tersebut sebagaimana diatur dalam pasal 108 ayat 2 Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ” Setiap warga negara yang melihat atau mendengar suatu tindak pidana wajib melaporkan hal tersebut kepada penyidik atau penyelidik” ungkapnya. (Diens)

